Tuesday, October 24, 2017

Sebelum Menikah, Calon Menantuku Udah Bilang Kalo "Dia Gak Akan Masak, Beres-beres Rumah, dan Ngelahirin Anak," Tapi Sapa Sangka, 3 Tahun Kemudian, Dia Berubah Drastis Seperti "Ini"!

Aku dulunya menikah di usia yang cukup muda dengan suamiku, tapi aku gak menyangka kalau anakku, Denny, juga akan menikah muda sepertiku. Ketika Denny baru masuk kuliah tahun pertama, dia tiba-tiba membawa Anita pulang ke rumah dan memperkenalkannya padaku. Pada saat itu, Denny bahkan mengatakan bahwa dia serius ketika memutuskan untuk pacaran dengan Anita, mereka bahkan sudah mempunyai tujuan untuk menikah dengannya nanti setelah lulus kuliah. Aku pun tidak melarang ataupun mengatakan kalau pacaran dengan tujuan untuk menikah itu adalah keputusan yang salah, tapi aku menganggap Denny masih muda banget untuk memikirkan hal seperti ini. Dia masih belum terlalu dewasa untuk membina sebuah rumah tangga. Aku pun akhirnya gak banyak komentar dan membiarkan mereka untuk menjalani hubungan mereka baik-baik dulu.
Namun tak disangka, setelah mereka berdua lulus, anakku membawa Anita pulang ke rumah dan mengatakan bahwa mereka ingin menikah. Anita pada saat itu meminta 3 permintaan ini padaku sebelum menikah dengan anakku;
1. Dia gak akan masak. Selama ini dia gak pernah menyentuh peralatan di dapur sama sekali, sehingga gak mungkin sekali untuknya bisa memasak.
2. Dia gak akan melakukan pekerjaan rumah tangga. Di rumahnya selalu ada pembantu yang akan membantunya untuk membereskan segala pekerjaan rumahnya, jadi dia pasti gak akan bisa membereskan pekerjaan di rumah karena dia gak pernah melakukannya.
3. Dia gak mau melahirkan anak. Dia merasa mereka masih muda dan gak pengen secepat itu punya momongan.
Aku pun cuma menanggapi 3 permintaannya dengan santai seperti ini;
1. Kalau gak mau masak, tidak apa-apa, tapi kamu harus membeli makananmu sendiri. Kalau kalian sudah menikah, artinya kalian sudah dewasa, jadi kalian harus bisa bertanggungjawab atas diri kalian sendiri.
2. Tidak masalah kalau kamu gak mau membereskan rumah, tapi paling gak, bereskan kamar tidurmu sendiri. Aku bisa melakukan pekerjaan rumah sendiri, tapi kamar kalian harus kalianlah yang membereskannya. Aku tidak akan membantu kalian merapikannya sama sekali.
3. Karena aku sendiri baru berumur 40 tahun, aku tidak keberatan tidak menggendong cucu secepat itu. Aku juga gak terlalu cepat ingin menjadi seorang nenek.
Mendengar tanggapanku seperti ini, Anita pun menyetujuinya. Gak lama setelah pembicaraan itu, mereka pun menikah dan tinggal bersama denganku.
Setelah menikah, Anita meminta ijin padaku untuk memelihara seekor anjing dan kucing di rumah. Aku pun memberitahunya itu semua terserah dia, karena aku sebagai mertuanya gak ingin mengekang kebebasannya di rumahku. Aku selalu menganggap kalau punya seorang menantu, dia juga adalah anak yang dibesarkan susah payah oleh kedua orangtua, dan aku sebagai mertuanya gak berhak untuk "menyiksanya."
Dan sekarang, setelah 3 tahun berjalan, Anita sudah melahirkan Ferry, anak pertamanya, dan sedang mengandung anak keduanya. Hubungan kami berdua juga gak terlihat seperti mertua dan menantu, tapi seperti kakak beradik, bahkan seperti sahabat di rumah. Anita yang dulunya gak bisa memasak, sekarang hampir setiap hari memasak sayur untukku di rumah. Dia bahkan dengan senang hati membantuku untuk membereskan rumah.
Kenapa menantuku bisa tiba-tiba berubah 180 derajat seperti ini?
Jawabannya simpel banget kok, aku tidak pernah memaksanya untuk melakukan sesuatu untukku. Aku gak pernah perhitungan padanya sama sekali. Aku selalu punya pemikiran kalau aku ingin diperlakukan dengan baik, aku harus memperlakukannya dengan baik terlebih dahulu. Dan inilah yang aku terapkan dan lakukan pada Anita.
Pada perjanjian kami awalnya, Anita harus bertanggungjawab atas segala keperluan Denny dan dirinya sendiri di rumah kami. Tapi setelah mereka tinggal bersama dengan kami, aku pun membantunya untuk membereskan kamar mereka juga. Denny dan Anita selalu pulang ngantor di atas jam 9 dan sepulangnya mereka di rumah sudah capek dan ingin istirahat. Dan aku pun sempat berpikir, kalau setiap hari kamar mereka selalu berantakan dan kotor, kualitas tidur mereka pun pasti akan terganggu. Aku pun akhirnya memutuskan untuk membereskan kamar mereka. Aku sendiri bahkan membantu mereka untuk mencuci baju kotor mereka. Setiap kali mau membeli makan pun, aku pun membelikan bagian Anita dan Denny juga. Padahal awalnya, aku sudah bilang kalau mereka harus membeli makanannya sendiri, tapi aku gak mau perhitungan pada menantuku sendiri.
Aku menganggap Anita seperti putriku sendiri di rumah ini. Setiap kali dia mau pulang ke rumah orangtuanya, aku pun menyuruhnya untuk membeli sesuatu untuk orangtuanya. Ketika dia ulang tahun, aku menyuruh Denny untuk menyiapkan dinner romantis untuknya. Lambat laun, melihat perlakuanku yang baik terhadapnya, Anita pun perlahan belajar untuk berubah.
Dia pun mulai belajar untuk membereskan keperluan rumah tangga. Walaupun orangnya emang agak ceroboh, tapi aku tahu dia berusaha sekuat tenaga untuk belajar. Dia bahkan memintaku untuk mengajarnya memasak. Aku pun mengajarinya dengan sabar. Aku bahkan sempat bercanda dengannya kalau ilmu memasakku diambil semua olehnya, nasibku bakalan gimana nantinya? Dia malah dengan santai menjawabku, "Loh, justru pas saat itu, waktunya mama untuk pensiun. Gantian Anita yang bakalan masakkin mama makanan setiap hari."
Dan tak disangka-sangka, dia tiba-tiba mengandung anaknya yang pertama di usia pernikahannya yang belum mencapai satu tahun. Aku pun sangat senang mendengar kabar kalau aku sebentar lagi akan menggendong seorang cucu. Anita juga bahagia banget, dia bahkan gak berniat untuk menggugurkannya. Setelah anaknya lahir, dia memberikannya nama Ferry dan aku pun menawarkan diri untuk merawat Ferry ketika mereka pergi bekerja.
Tapi beberapa bulan kemudian, Anita pun memutuskan untuk keluar dari kantornya untuk menjadi seorang full-time mama karena dia kasihan melihatku menjaga anaknya dengan susah payah sendiri di rumah. Sekarang, Anita sudah mengandung anaknya yang kedua selama 5 bulan. Hubunganku dengannya juga baik banget. Kami seperti kakak beradik yang bisa berbagi cerita apapun di rumah.
Aku merasakan kehangatan yang luar biasa dari keluarga kecil kami ini. Karena aku tidak pernah perhitungan dengan menantuku ataupun mengekangnya sama sekali, dia pun pelan-pelan bisa belajar menjadi seorang menantu yang berbakti padaku. Dari sini, aku belajar bahwa menuntut segala sesuatu dari seseorang gak akan membuahkan apapun, yang ada cuman kebencian doang yang dihasilkan. Kalau kamu ingin diperlakukan dengan baik, maka mulailah dari dirimu sendiri dulu yang berbuat baik terhadap orang lain!
Sumber: Pixp

http://www.cerpen.co.id/post_145330.html

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management